'' Tajak Beutroh Takalon Beudeuh,Bek Rugoe Meuh Saket Hatee ''

Kamis, 22 Desember 2016

KISAH MAIMUN SALEH PENERBANG PESAWAT TEMPUR JENIS HAWK 200 PERTAMA ASAL ACEH

Monumen pesawat tempur jenis Hawk 200, milik TNI Angkatan Udara tepatnya di simpang Desa Aneuk Galong, Kecamatan Suka makmur, Aceh Besar.


Jika anda melintasi di jalan raya Banda Aceh-Medan,atau dari arah Medan menuju Banda Aceh,kurang lebih di Km 14 sebelum anda akan memasuki kota Banda Aceh,tepatnya di simpang Desa Aneuk Galong, Kecamatan Sukamakmur, Aceh Besar.di sisi kiri jalan akan terlihat sebuah monumen pesawat tempur jenis Hawk 200, milik TNI Angkatan Udara yang terpajang di atas monumen tersebut layaknya sebuah sabuah pesawai Jenis sukoi yang sedang dalam posisi terbang di udara.

 MAIMUN SALEH.
        Maimun Saleh lahir pada tanggal 14 Mei 1929. Dia merupakan putra kedua dari lima bersaudara pasangan Tgk HM Saleh dan Aisyah, yaitu Tgk Hasballah, Maimun Saleh, Abasyah, Hadisyah dan Tgk Faisal.Maimun Saleh menempuh pendidikan di sekolah Taman Siswa dan sekolah menengah Islam di Koetaradja (sekarang disebut Kota Banda Aceh). Tahun 1949 Maimun diterima menjadi murid penerbang di Koetaradja. Pada 1950 dia dipindahkan ke sekolah penerbang di Kalijati Jawa Barat, dan 1 Februari 1951 berhasil memperoleh ijazah sebagai penerbang kelas 3.

       Setelah itu,Maimun Saleh masuk Skuadron IV (pengintai darat) dan turut serta turun dalam semua operasi yang dijalankan oleh skuadron ini.Namun maut tak dapat disangka-sangka.Tepat Pada Jumat,1 Agustus 1952,Sersan Maimun Saleh yang sedang menerbangkan pesawat intai Auster IV-R-80 mengalami kecelakaan di Pangkalan Udara Semplak Bogor pukul 09.25 WIB.Maimun saleh  gugur dalam tragedi kecelakaan tersebut.
       
         Atas prakarsa atau usaha dari Teuku Syahril,Pembangunan monumen pesawat tempur di atas tugu Maimun Saleh,selain monumen tersebut untuk mengenang jasa penerbang pertama dari Aceh, monumen tersebut juga sebagai bentuk terima kasih dan ikatan batin antara Angkatan Udara dan masyarakat Aceh. Ini juga terkait dengan jasa masyarakat Aceh yang menyumbangkan pesawat terbang pertama RI-001 Seulawah kepada Indonesia sebagai modal awal saat Indonesia baru merdeka.
      
       Peletakan pesawat tempur Hawk-200 di atas Tugu Maimun Saleh tersebut dilakukan pada Januari 2008, dan dipimpin  langsung oleh Danlanud SIM,Letkol Pnb Fachri Adami.Menurut Fachri,pesawat tempur yang dijadikan monumen itu pesawat asli,bukan hasil replika, termasuk empat amunisi yang terdapat di atas sayap pesawat.Hanya saja, pada amunisi itu detonator dan peluru ledakannya tidak dipasang lagi.Jet tempur itu sendiri sebenarnya sudah dibawa ke Aceh pada tahun 2003,setelah pesawat mengalami kecelakaan saat melakukan penerbangan di Pekanbaru, Riau. Dalam kecelakaan itu beberapa bagian badan pesawat retak dan tak bisa diterbangkan lagi.

       Masyarakat Aceh patut berbangga hati, karena satu-satunya daerah yang menerima pesawat tempur untuk dijadikan monumen tersebut  adalah Aceh. Dengan demikian Aceh sekarang memiliki tiga monumen pesawat, yaitu monumen pesawat RI-001 Seulawah di Blang Padang (Banda Aceh), monumen pesawat tempur Hawk-200 di Tugu Maimun Saleh, dan pesawat jenis A4 SkyHawk TT-0435 buatan Amerika dari Skuadron 11 Makassar yang sekarang ditempatkan di apron Lanud Iskandar Muda Blang Bintang, Aceh Besar sebagai monumen kedirgantaraan.

       Peresmian monumen pesawat tersebut di pimpin langsung pada saat itu oleh Marsekal Muda TNI Eddy Suyanto ST tepatnya  pada 24 September 2010.

Share:

Sabtu, 17 September 2016

MUSLIADI IN MEMORIAM

Musliadi

(Sang Demonstran,Aktifis HAM dan Kemanusiaan Aceh)




Kisah singkat Sosok Musliadi 



         Paya Seumantok,kecamatan Krueng Sabee-Aceh Barat,adalah sebuah desa kecil yang mana pasangan suami istri membuka lembaran baru hidupnya,ia adalah Rusli Bin Hasyim seorang pemuda dari desa Lambarih Jurong, kecamatan Suka Makmur-Aceh Besar,1949.-Dan Salma wanita kelahiran Alue Sungai Pinang, Blang Pidie-Aceh Selatan, 1960.yang kesehariannya mereka bekerja sebagai petani,tepat 10 November 1977 suami istri ini pun dikaruniai seorang anak laki-laki.Musliadi,itulah nama yang di berikan kepada putra pertama mereka.dan berselang lima tahun kemudian-1982 mereka kembali dikaruniai seorang putri yang diberi nama Rahmi.Putri mereka yang bernama rahmi itu sekarang sudah menjadi ibu rumah tangga yang kini menetap di desa kelahiran bersama keluarganya.menyusul sepuluh tahun kemudian-1992 mereka kembali dikaruniai seorang putri yang diberi nama Husna dan menjadi adik bungsu Musliadi.Selanjutnya keluarga ini pun melewati hari-harinya di desa itu dengan hidup bahagia dan sederhana,Singkat Cerita.

         Musliadi saat itu tumbuh menjadi laki-laki yang memiliki kecerdasan lebih biarpun waktu itu di sekolahnya  tidak terlalu menonjol,hingga setelah menamatkan sekolahnya hingga di jenjang menengah ia kemudian berhijrah ke Banda Aceh guna melanjutkan studinya ke perguruan tinggi.Program Diploma III,Fakultas Ekonomi Unsyiah menjadi pilihannya.saat menempuh masa perkuliahan musliadi juga banyak aktif di berbagai kegiatan dan kajian-kajian penting bersama rekan-rekan sekampusnya hingga setelah selesai meraih gelar Ahli Madya ia pun masih aktif dalam berbagai hal-hal penting baik itu tentang konflik yang terjadi di Aceh pada saat itu terutama mengenai HAM dan kemanusiaan Aceh,sambil bergerilya di dunia gerakan yang digelutinya,ia mengambil kesempatan untuk melanjutkan Strata-1nya di kampusnya itu hingga tahun 2002 ia berhasil meraih gelar sarjananya.banyak hal suka maupun duka yang telah dilalui oleh sosok musliadi pada saat itu bersama rekan-rekannya. 


         Musliadi pada saat itu aktif dalam kegiatannya menjadi aktifis HAM dan Kemanusiaan Aceh termasuk menjadi salah seorang kawan dekat seorang Bulek yang bernama William Arthur Nessen,yang berhasil membuat sebuah Film Dokumentar berisi tentang perjuangan kemerdekaan Aceh yang di beri judul ''The Black Road'',dalam film dokumenternya itu Nessen sangat jelas menyebutkan,'Musliadi...My friend from Aceh.Nessen juga sangat dekat dengan banyak kalangan aktifis Aceh dan juga kalangan Pejuang GAM waktu itu,seperti Muzakkir Manaf,Sofyan Dawood,Irwandi Yusuf,Muhammad Nazar,Cut Nur Asikin (ALM) dan Musliadi(ALM) dan Lain-lainnya.kisahnya dengan musliadi bahkan banyak direkam dalam Film Dokumenternya itu.



        Musliadi di culik dan di bunuh beberapa hari menjelang keberangkatannya ke jenewa guna menyaksikan proses perundingan kesepakatan damai antara GAM-RI.Nessen saat itu sampai menangis meneteskan air mata saat mendengarkan kabar kawan dekatnya yang bernama musliadi yang sangat berjasa baginya yang mana telah membawanya kepada ajaran islam dan juga telah mendampinginya dan menjadi saksi dalam acara pernikahannya dengan Shadia itu telah di culik dan di bunuh.Hari itu sabtu,30 November 2002,usai berbuka puasa bersama kawannya di tempat kediamannya yang juga sekaligus menjadi Sekretariat KAGEMPAR (Koalisi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Barat) yang bertempat di Lampriet-Banda Aceh.sore itu sebanyak enam orang yang menggunakan mobil toyota kijang warna gelap datang dan memberi salam kemudian masuk ke rumah, mereka berpakaian preman dan menenteng senjata laras panjang jenis SS1 itu,tanpa basa basi mereka mengumpulkan selururuh penghuni rumah dan memeriksa seluruh ruangan,aksi mereka berlangsung kurang lebih sepuluh menit dan berakhir dengan dibawanya Musliadi bersama mereka secara paksa.suasana rumah setelah itu pun mulai panik dan seisi rumah mulai menghubungi kawan-kawannya dan menginfokan bahwa musliadi telah di culik.

        Keesokan harinya,pencarian pun mulai dilakukan dan di bantu oleh pengacara dan Tim Pembela Kasus Aceh (TPKA).Beberapa pos yang di tempati oleh aparat di sekitar Banda Aceh telah di lacak tapi mereka menjawab tidak mengetahui tentang penculikan itu.pencarian terus dilakukan dengan berbagai cara tetapi sayang,usaha demi usaha dilakukan tidak membuahkan hasil.
Hingga pada Desember 2002,tersiar berita melalui media massa bahwa sehari sebelumnya telah ditemukan seorang mayat yang di evakuasi ke Rumah sakit Zainal Abidin Banda Aceh oleh relawan PMI dari sebuah pengunungan seulawah.tepatnya di bawah jembatan seunapet-Aceh Besar.Beberapa kawan musliadi pun langsung bergegas ke ruang mayat rumah sakit tersebut.sesampainya disana,alangkah terkejutnya mereka saat menyaksikan seorang mayat yang beberapa harinya masih segar bugar bersama mereka.Tak lama kemudian kawan-kawan seperjuangan korban dan para wartawan berbondong-bondong menuju ruang mayat isak tangis dan linangan air mata pun tak bisa terbendung lagi.suasana haru-piru di ruang mayat itu pun tidak berlangsung begitu lama sesaat kemudian sebuah mobil ambulance datang dan membawa mayat tersebut menuju rumah neneknya di Desa Lambarih Jurong Raya,Suka Makmur-Aceh Besar.sesampainya disana mayat musliadi disambut dengan deraian linangan air mata oleh sang bunda tercinta dan keluarga yang ada di sana,kemudian mayat musliadi diangkat ke dalam rumah dan setelah dilaksanakan fardhu kifayah jenazah musliadi kemudian dibawa ke Meunasah untuk dishalatkan.Selanjutnya musliadi pun di bawa ke tempat peristirahatan terakhirnya untuk di makamkan.

         Kini sang Aktifis HAM dan Kemanusiaan Aceh itu pun telah pergi menghadap sang yang maha kuasa.Langkahmu dalam memperjuangkan nasib Bangsa Aceh selama ini akan selalu dikenang sepanjang sejarahnya.
Musliadi...selamat jalan,semoga arwahmu mendapat tempat yang terbaik disisi-nya.Amin Ya Rabbal Alamin.





  Petikan Sumber :
- Film Dokumenter ''The Black Road''
- Atjeh Galery (Farizal)
- Rekan-rekan Aktifis

Share:

Kamis, 14 Januari 2016

CIKAL BAKAL ARMADA ANGKUTAN BUS P.M.T.O.H

DULU - SEKARANG

BUS P.M.T.O.H ( Peroesahaan Motor Transport Ondermer Hasan ),Sang legenda Aceh dahulu yang Melintas Di jalur Lintas Sumatera & Pulau Jawa yang masih tetap berjaya hingga saat ini. Kepanjangan dari PMTOH juga sering di artikan oleh orang dahulu (Pak Minta Tolong Ongkos Habis) Hahaha.,Ada-ada saja Orang-orang Terdahulu ini...
Share:

Pesona Indonesia

Pesona Indonesia

FOLLOW ON

SLIDESHOW

Undang-undang Hak Cipta No.19 Tahun 2002. Diberdayakan oleh Blogger.

Sosial Media

Pages

Theme Support